Selasa, 21 Desember 2010

SEJARAH ASIA TIMUR DINASTI QING (1644 – 1912)

BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah Cina adalah salah satu sejarah kebudayaan tertua di dunia. Dari penemuan arkeologi dan antropologi, daerah Cina telah didiami oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Peradaban Cina berawal dari berbagai negara kota di sepanjang lembah Sungai Kuning pada zaman Neolitikum. Sejarah tertulis Cina dimulai sejak Dinasti Shang (l.k. 1750 SM – 1045 SM).Cangkang kura-kura dengan tulisan Cina kuno yang berasal dari Dinasti Shang memiliki penanggalan radiokarbon hingga 1500 SM. Budaya, sastra, dan filsafat Cina berkembang pada zaman Dinasti Zhou (1045 SM hingga 256 SM) yang melanjutkan Dinasti Shang. Dinasti ini merupakan dinasti yang paling lama berkuasa dan pada zaman dinasti inilah tulisan Cina modern mulai berkembang.
Asas-asas tamadun Cina terdiri daripada pengenaan sistem tulisan yang sama oleh maharaja Dinasti Qin pada abad ke-3 SM serta perkembangan ideologi negara berdasarkan Konfusianisme pada abad ke-2 SM. China mengalami zaman-zaman yang berselang-seli antara perpaduan dan perpecahan, dengan kekadangnya penaklukan oleh orang-orang asing. Sebilangan penakluk diasimilasi ke dalam kaum Cina. Pengaruh-pengaruh kebudayaan dan politik dari banyak bahagian di Asia membawa gelombang-gelombang penghijrahan, peluasan, dan asimilasi yang berturut-turut untuk mencipta sebuah kebudayaan Cina.
Sebelum sistem republik terbentuk di Cina pada tahun 1912, kekuasaan tertinggi adalah berapa di tangan penguasa monarki yang diwariskan secara turun temurun, dan dari pergantian keluarga penguasa monarki tersebutlah yang membentuk Sejarah Cina. Awal sejarah Dinasti Cina dimulai dari jaman Tiga Maharaja dan Lima Kaisar 2070 SM, Dinasti Xià 2070 SM – 1600 SM, Dinasti Shāng 1600 SM – 1046 SM, Dinasti Zhōu 1046 SM – 256 SM, Dinasti Qín 221 SM – Oktober 206 SM, Dinasti Hàn 202 SM – 8 Masehi, Periode Tiga Kerajaan 220 – 280, Dinasti Jìn 265 – 420, Dinasti Selatan dan Dinasti Utara 386 – 589, Dinasti Suí 581 – 618, Dinasti Táng 618 – 690, Lima Dinasti dan Sepuluh Kerajaan 902 – 979, Dinasti Sòng 960 – 1279, Kerajaan Liáo 907 – 1125 : berdiri tahun 907 dengan nama Kerajaan Khitan , tahun 916 mulai memakai tahun pemerintahan, tahun 938 berubah nama menjadi Liáo , tahun 983 memakai kembali nama Khitan , tahun 1066 kembali memakai nama Liáo ), Kerajaan Xià Barat 1038 – 1227, Kerajaan Jīn1115 – 1234, Dinasti Yuán 1206 – 1368 ( didirikan oleh Temüjin pada tahun 1206, tahun 1271 Kublai Khan menetapkan nama kerajaan menjadi Yuán ), Dinasti Míng 1368 – 1644, Dinasti Qīng 1616 – 1912 ( berdiri tahun 1616 dengan sebutan awal Kerajaan Jīn Akhir, tahun 1636 berubah nama menjadi Qīng, tahun 1644 memerintah Cina ).
Dinasti Qing diasaskan selepas penewasan Dinasti Ming, dinasti bangsa Han yang terakhir, oleh tentera Manchu. Kaum Manchu yang dahulunya dikenali sebagai Jurchen menyerang dari utara pada lewat abad ke-17. Walaupun mereka bermula sebagai penakluk asing, mereka dengan pantasnya mengamalkan norma-norma kerajaan Cina tradisional yang mendasarkan Konfusianisme dan akhirnya memerintah dengan gaya dinasti-dinasti asli.
Dinasti Manchu menguatkuasakan 'perintah tocang' yang memaksa semua orang Han untuk mengamalkan tocang Manchu serta memakai pakaian gaya mereka. Masyarakat Manchu mempunyai gaya rambut yang istimewa. Mereka menggunting semua rambut di bahagian depan kepala dan menjadikan rambut di bahagian belakang kepala sebagai tocang yang panjang. Pakaian Cina tradisional, atau Hanfu, juga digantikan dengan pakaian gaya Manchu. Qipao (pakaian askar panji-panji) dan Tangzhuang yang biasanya dianggap sebagai pakaian tradisional Cina pada hari ini sebenarnya merupakan pakaian gaya Manchu. Hukuman ke atas sesiapa yang tidak mematuhi undang-undang itu ialah hukuman mati.
Maharaja Kangxi menitahkan penciptaan sebuah kamus askara Cina yang paling lengkap ketika itu. Di bawah Maharaja Qianlong, penyusunan sebuah katalog tentang karya-karya kebudayaan Cina dilakukan.
Dinasti Manchu memulakan sistem "Lapan Panji-panji" sebagai suatu percubaan untuk mengelakkan asimilasi ke dalam masyarakat Cina. "Lapan Panji-panji" itu merupakan institusi-institusi tentera yang ditubuhkan untuk memberikan sebuah struktur yang para "askar panji-panji" dapat mengaitkan diri. Keahlian kepada panji-panji tersebut berdasarkan kemahiran Manchu dalam bidang-bidang seperti memanah dan menunggang kuda, serta kehematan. Selain itu, mereka juga digalakkan menggunakan bahasa Manchu, berbanding dengan bahasa Cina. Para askar panji-panji diberikan hak istimewa ekonomi dan undang-undang di kota-kota Cina.
Pada separuh abad yang kemudian, kaum Manchu mengukuhkan kuasanya di sebilangan kawasan yang pada asalnya dikuasai oleh Dinasti Ming, termasuk Yunnan. Mereka juga memperluas lingkungan pengaruhnya ke atas Xinjiang, Tibet, dan Mongolia.
Semasa abad ke-19, kuasa Qing merosot. China mengalami persengketaan sosial secara besar-besaran, ekonomi yang tidak berkembang, serta penembusan dan pengaruh Barat. Keinginan Britain untuk meneruskan perdagangan candu dengan China bercanggah dengan edik-edik empayar yang mengharamkan dadah yang menagihkan itu, dan Perang Candu Pertama tercetus pada tahun 1840. Britain dan kuasa-kuasa Barat, termasuk Amerika Syarikat, kemudian menduduki "konsesi" secara paksaan dan memperoleh hak istimewa perdagangan. Hong Kong diserahkan kepada Britain pada tahun 1842 di bawah Perjanjian Nanking. Selain itu, Pemberontakan Taiping (1851–1864) dan Pemberontakan Petinju berlaku pada abad itu. Dari banyak segi, pemberontakan-pemberontakan dan perjanjian-perjanjian yang Dinasti Qing dipaksa mengikat dengan kuasa-kuasa imperialis merupakan gejala-gejala ketakupayaan kerajaan China untuk membalas dengan sempurna kepada keadaan-keadan yang menyebar China pada abad ke-19.
Dinasti Qing merupakan dinasti terakhir dalam sejarah Cina dan merupakan tonggak awal berdirinya republik di Cina. Berdasar latar belakang diatas maka makalah yang penulis buat berjudul “Sejarah Dinasti Qing (1644-1912)”, hal ini dan membahas lebih mendalam tentang sejarah dinasti Qing di Cina.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah sejarah berdirinya Dinasti Qing di Cina ?
1.2.2 Bagaimanakah sejarah perkembangan Dinasti Qing di Cina ?
1.2.3 Bagaimanakah penyebab runtuhnya Dinasti Qing di Cina?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1.3.1 untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Qing di Cina
1.3.2 untuk mengetahui sejarah perkembangan Dinasti Qing di Cina
1.3.3 untuk mengetahui penyebab runtuhnya Dinasti Qing di Cina
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan wawasan kepada kita semua tentang sejarah dinasti Qing baik secara khusus bagi mahasiswa pendidikan sejarah dan masyarakat umum secara luas.







BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berdirinya Dinasti Qing
2.1.2 Pembentukan Negara Jin
Setelah melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Ming yang kian melemah, Aisin Gioro Nurhachi menyatukan clan-clan suku Jurchen (sebutan sebelum diubah menjadi Manchu) dan mendirikan dinasti Jin akhir (Hou Jin) pada tahun 1609 di yang sekarang adalah wilayah timur laut Cina. Nurhachi menjadi Kaisar dan Khan dari Negara Jin sampai ia meninggal setelah terluka dalam peperangan dengan dinasti Ming yang dipimpin jendral Yuan Chonghuan. Anaknya yang ke-empat Huangtaiji naik tahta menjadi Khan agung negara Jin yang baru (setelah diisukan menyingkirkan saudara2nya yang layak menjadi kandidat Khan). Huangtaiji merubah nama negaranya dari 'Jin' (secara harfiah berarti emas) menjadi 'Qing' (secara harfiah artinya murni) sehingga naman negaranya Kekaisaran Qing Agung dan juga nama bangsanya dari Jurchen menjadi Manchu. Ia meninggal sebelum bangsa Manchu benar-benar menguasai seluruh Cina. Anaknya yang ke-sembilan, Aixinjueluo Fulin naik tahta menjadi Kaisar negara Qing raya dengan gelar Kaisar Shunzhi sementara pamannya Pangeran Rui,Duo'ergun sebagai Wali Negara karena kaisar masih berumur 4 tahun saat itu, bersama-sama dengan Ji'erhalang.






2.1.2 Jatuhnya dinasti Ming


Bendera Qing Raya pada tahun 1888
Keadaan negara Ming saat itu kacau balau terutama setelah gerombolan pemberontak yang dipimpin Li Zicheng berhasil memasuki dan merebut ibukota, Beijing. Kaisar dinasti Ming yang terakhir, Chongzhen bunuh diri dengan gantung diri setelah membunuh seluruh keluarga kerajaan untuk menghindari tertangkap oleh para pemberontak. Dinasti Ming pun secara resmi berakhir. Li Zicheng mendirikan dinasti Shun dengan Xi'an sebagai ibukota. Wu Sangui, jendral dinasti Ming yang menjaga gerbang Shanhai menolak bergabung dengan Li Zicheng dan meminta bantuan bangsa Manchu di bawah pimpinan pangeran wali Duo'ergun. Kesempatan ini diambil oleh pasukan-pasukan delapan bendera dinasti Qing untuk mengambil alih Beijing dan bergerak ke selatan. Jendral Wu Sangui membuka gerbang tembok besar dan pasukan delapan bendera dinasti Qing berhasil merebut Beijing dari Li Zicheng. Pada tahun 1644 pangeran Duo'ergun menyatakan dinasti Qing dengan kaisarnya Shunzhi menjadi pengganti dan pewaris dinasti Ming dan mandat langit telah beralih dari dinasti Ming kepada dinasti Qing. Dengan bantuan jendral-jendral dinasti Ming yang membelot ke dinasti Qing seperti Wu Sangui, Hong Chengchou, Kong Youde, Shang Kexi, Shi Lang dan lain-lain, pasukan delapan bendera bangsa Manchu bergerak ke selatan menghabisi sisa-sisa dinasti Ming yang mendirikan tahta baru di selatan ('dinasti Ming selatan'). Baru pada tahun 1664 dinasti Qing benar-benar telah mengambil alih seluruh daratan Cina. Di bawah pemerintahan Kaisar Kangxi, pulau Taiwan akhirnya berhasil direbut dari sisa pasukan yang setia kepada dinasti Ming pada tahun 1683.
Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Di zaman tersebut, bagi orang Han yang tidak mematuhi peraturan ini akan menghadapi hukuman penggal. Satu istilah yang populer di zaman tersebut adalah ingin kepala, potong rambut; ingin rambut, potong kepala. Di bidang pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan.[Tani Putera, Ivan dalam History of China.2007].

Dinasti Qing adalah dinasti terakhir di China. Bermula dari Dinasti Ming dan berlanjut dalam bentuk Republik Rakyat China. Dinasti ini dibentuk oleh klan Manchuria Aisin Gioro (sekarang timur laut china). Berawal dari tahun 1644 dan memperluas wilayahnya di sekitar china membentuk Kekaisaran Qing yang Agung. Dinasti ini menyatukan china.


Dinasti Qing (Hanzi: 清朝, hanyu pinyin: Qīng Chao) (1644 - 1911), dikenal juga sebagai Dinasti Manchu dan adalah satu dari dua dinasti asing yang memerintah di Cina setelah dinasti Yuan Mongol dan juga adalah dinasti yang terakhir di Cina. Asing dalam arti adalah sebuah dinasti pemerintahan non-Han yang dianggap sebagai entitas Cina di zaman dulu. Dinasti ini didirikan oleh orang Manchuria dari klan Aisin Gioro (Hanyu Pinyin: Aixinjueluo), kemudian mengadopsi tata cara pemerintahan dinasti sebelumnya serta meleburkan diri ke dalam entitas Cina itu sendiri. [http://iccsg.wordpress.com/2006/01/05/serial-sejarah-dinasti-qing-1644-1912/]




Peta pengaruh Dinasti Qing
Dinasti Qing beribukota Beijing
(1644 - 1912) . Bahasa Mandarin adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan pada masa itu. Bentuk pemerintahan Dinasti Qing berbentuk Monarki. Kaisar Dinasti Qing pada tahun 1626-1643 adalah Huang Taiji, tahun 1908-1912 adalah Kaisar Xuangtong sedangkan Perdana Mentrinya adalahYikuaang kemudian Yuan Shikai. Perkiraan jumlahpenduduk pada Dinasti Qing tahun 1740 sekitar 140.000.000, tahun 1776 sekitar 311.500, tahun 1790 sekitar 300.000.000, tahun1812 sekitar 360.000.000, tahun 1820 sekitar 383.100.000. pengubahan nama dari Jin Akhir menjadi Qing Raya tahun 1636. Penaklukan Beijing terjadi pada 1644 disusul dengan penyatuan seluruh daratan cina pada 1662 dan akhir dinasti Qing terjadi Revolusi Xinhai pada 1912.
Dinasti Qing adalah dinasti terakhir di China. Bermula dari Dinasti Ming dan berlanjut dalam bentuk Republik Rakyat China. Dinasti ini dibentuk oleh klan Manchuria Aisin Gioro (sekarang timur laut china). Berawal dari tahun 1644 dan memperluas wilayahnya di sekitar china membentuk Kekaisaran Qing yang Agung. Dinasti ini menyatukan china pada 1683. Dinasti Qing kemudian jatuh setelah Revolusi Xinhai, ketika Empress Dowager Longyu melepaskan tahtanya sebagai kaisar, Puyi pada 12 februari 1912. Wilayahnya mencapai 14.700.000 km2.
2.2 Sejarah Perkembangan Dinasti Qing
2.2.1 Kaisar Dinasti Qing
Dinasti Qing sama dengan Yuan merupakan dinasti bangsa asing di Tiongkok, karena didirikan Bangsa Manchu, dan sekaligus merupakan dinasti terakhir di Tiongkok. Shunzhi yang merupakan kaisar pertamanya harus berjuang keras untuk membersihkan Tiongkok dari sisa-sisa Dinasti Ming secara bertahap. Peristiwa penting yang patut dicatat adalah kunjungan duta besar Macartney dari Inggris untuk membuka hubungan bagi Tiongkok dan dunia Barat, namun sayangnya hubungan dengan bangsa Barat ini kelak diakhiri dengan penjajahan beberapa bagian Tiongkok. Kunjungan ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Qianlong (1736-1795) dan bertujuan untuk membuka hubungan dagang serta kedutaan di Tiongkok. Tetapi Qianlong menjawabnya dengan pernyataan, Aku tidak menghargai sedikitpun barang aneh ataupun luar biasa dan tidak memerlukan hasil dari negara Anda. Utusan ini dapat dinilai sebagai suatu kegagalan.
Qianlong digantikan oleh putera kelimanya Jiaqing (1796-1820), pada masanya berkembanglah perasaan anti Manchu di kalangan Bangsa Tionghoa, yang mendorong timbulnya berbagai perkumpulan rahasia untuk menggulingkan Dinasti Qing, seperti misalnya perkumpulan Teratai Putih.Menurut Ivan dalam bukunya History of China masa keemasan dinasti qing yaitu raja ke 4 dan ke 6 dinasti qing yaitu kangxi dan qianlong salah satu raja yang paling membawa perubahan adalah Qianlong . Qianlong merupakan raja ke 6 dari dinasti Qing yang merupakan anak ke 4 dari yongzheng .yang lahir pada tanggal 25 sept 1711 dan meninggal pada tanggal 7 februari 1799.dia juga merupakan salah satu raja yang berkuasa paling lama yaitu sejak tanggal 11 oktober 1736 sampai 7 Februari 1795 sekitar 59 tahun di berkuasa di china .
Pada masa kaisar berikutnya Daoguang (1821-1850), terjadilah peristiwa penting dalam sejarah Tiongkok, yakni Perang Candu. Latar belakang perang ini adalah sebagai berikut: semenjak kegagalan kunjungan Macartney dilakukanlah perdagangan segitiga. Pembelian sutra dan teh oleh Inggris dari Tiongkok dibayar dengan opium yang berasal dari India. Oleh karena masuknya candu ke Tiongkok ini, maka menyebabkan makin berlipat gandanya pecandu, sehingga akhirnya Tiongkok harus mengimpor candu dari pihak Inggris, dimana selama kurun waktu 40 tahun, impor candu telah membengkak dari 1000 kotak menjadi 40.000 kotak. Makin meningkatnya pecandu opium ini melemahkan negara dengan dua cara, yakni melemahnya sumber daya manusia serta mengalirnya kekayaan negara ke barat. Menimbang makin meningkatnya pencandu opium yang pada tahun 1830-an sudah mencapai 10 juta jiwa, maka Kaisar Daoguang memutuskan untuk mengeluarkan surat perintah pada Lin Zexu (1785-1850) untuk menekan perdagangan candu tersebut.
Sebagai pelaksanaan titah kaisar tersebut Lin menyita dan membakar candu milik Inggris.
Ada beberapa hal yang jarang disebutkan oleh para penulis Barat, sesungguhnya candu tersebut bukan hanya sekedar disita, tapi Tiongkok bersedia memberi ganti rugi berupa uang perak 10 tael serta teh 1 bal utk setiap peti candu. Lin juga sebelumnya telah menulis surat ke Ratu Inggris dan memohon utk menghentikan kegiatan perdagangan candu via EIC (East India Company) sebelum mengambil tindakan tegas. Pihak Inggris marah dan menyatakan perang kepada Tiongkok sehingga meletuslah Perang Candu (1840-1842). Perang ini diakhiri dengan kekalahan Tiongkok, karena persenjataan barat yang lebih canggih serta makin melemahnya kekuatan Dinasti Qing sendiri. Pada masa selanjutnya kita dapat melihat bahwa kekuatan barat makin leluasa menguasai Tiongkok secara perlahan-lahan. Pemberontakan yang terjadi di mana-mana juga makin memperlemah Dinasti Qing.
Pemberontakan Taiping (1850-1864) merupakan pukulan besar bagi Dinasti Qing, yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Xianfeng (1851-1861). Pemimpinnya adalah Hong Xiuquan, seseorang yang terpengaruh oleh Agama Kristen. Pada mulanya bangsa Barat bersimpati pada pemberontakan ini, namun setelah mengetahui bahwa Hong mempunyai doktrin yang agak miring,dengan menyatakan diri sebagai adik Yesus Kristus, maka bangsa Baratpun berbalik mendukung Dinasti Qing. Pemberontakan ini pada akhirnya berhasil dipadamkan dengan bantuan barat sehingga menunjukkan makin bergantungnya Tiongkok pada barat. Sentimen anti-Manchu berkembang subur di mana- mana, salah seorang tokoh paling menonjol adalah Sun Yatsen, dimana ia pada akhirnya pada tanggal 15 Februari 1912 berhasil membuat kaisar terakhir Dinasti Qing, Puyi (1909-1911) turun tahta. Tiongkok menjadi negara republik. Runtuhlah sistim dinasti yang telah berlangsung selama kurang lebih 5000 tahun semenjak Yu, pendiri Dinasti Xia hingga Puyi, kaisar terakhir Tiongkok. [Dinasti Qing.2010. http:// iccsg. wordpress.com/ 2006/01/05/serial-sejarah-dinasti-qing-1644-1912/].

Dinasti Qing atau Ch’ing (1644-1912) adalah dinasti yang merubuhkan Dinasti Ming(1368-1644), Dimasa Hung Hei Kwun itu era keemasan Qing . Masa keemasan Qing sudah menjadi konsensus sejarah sampai tahun 1796 (masa kaisar Qianlong berkuasa) dengan luas wilayah Tiongkok yang besar sepanjang sejarah. Jadi pada masa Hung Hei Kwun tidak membutuhkan bantuan militer dari negara asing manapun untuk mengatasi masalah dalam negri.Sesudah Qianlong , Dinasti Qing mulai memasuki masa suram dan di warnai berbagai pemberontakan. Dinasti Qing meminta bantuan barat , dalam hal ini Prancis dan Inggris untuk membantu Qing menumpas pemberontakan Taiping(1850-1864) . Kebetulan Taiping ini di pimpin oleh Hong Xiu Quan (Hung Hsiu Ch’uan).

2.2.2 Masa Keemasan Dinasti Qing
Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735) dan Qianlong (1735 - 1796). Pada tahun 1661 kaisar Shunzhi meninggal pada usia 24 tahun dan digantikan oleh putra keempatnya, Aixinjueluo Xuanyue sebagai Kaisar Kangxi. Pada masa awal pemerintahannya, Kaisar Kangxi dibantu oleh 4 Mentri Wali dan dibina oleh neneknya, Ibusuri Xiaozhuang. Pada tahun 1669, Kaisar Kangxi berhasil menggagalkan rencana salah satu Mentri Walinya, Aobai yang ingin memberontak. Ia juga berhasil meredam Pemberontakan Tiga Raja Muda (salah satunya adalah Wu Sangui, yang diberi wilayah dan gelar pangeran karena jasanya) dan pemberontakan suku-suku dari Mongolia. Taiwan yang dikuasai keluarga Zheng yang setia pada dinasti Ming, berhasil dikuasai pada tahun 1683. Perjanjian perbatasan dengan Rusia juga dibuat tahun 1689.Sepeninggal Kaisar Kangxi pada tahun 1722, putranya yang keempat pangeran Yong (terlahir Aixinjueluo Yinzhen) naik tahta sebagai Yongzheng. Pemerintahannya diwarnai dengan sengketa antara pangeran, yang merasa naiknya Kaisar Yongzheng adalah rekayasa. Kaisar Yongzheng dikenal sebagai kaisar yang pekerja keras. Pada masa pemerintahannya ekonomi negara Qing menguat.
Pangeran Bao (Aixinjueluo Hongli) menggantikan ayahnya dengan era Qianlong pada tahun 1735. Pada masa pemerintahannya wilayah Qing Raya diperluas oleh kesuksesan Kampanye-kampanye Militernya yang dikenal sebagai Sepuluh Kampanye Besar. Sayangnya masa-masa akhir pemerintahannya tercemar oleh praktek korupsi oleh para pejabat, salah satunya oleh menteri kesayangannya Heshen. Demi menunjukkan baktinya pada kakeknya kaisar Kangxi, kaisar Qianlong turun tahta sebelum lamanya memerintah menyamai kaisar Kangxi dan menyerahkan tahta pada putranya yang kelimabelas Pangeran Jia (Aixinjueluo Yongyan). Pangeran Jia menjadi Kaisar Jiaqing dan ia sendiri menjadi kaisar emeritus (Taishanghuang) tetapi tetap memegang kendali pemerintahan sampai meninggal. Sepeninggal ayahnya, Kaisar Jiaqing kemudian mengeksekusi Heshen dengan tuduhan korupsi dan menyita kekayaannya.
Korupsi yang mulai merajalela dalam pemerintahan pada masa akhir kaisar Qianlong, menandakan mulai melemahnya dinasti Qing.

2.2.3 Pemberontakan dan Imperialisme Barat

Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming terjadi dalam berbagai skala. Namun salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang Candu yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Manchu.
Perang Candu I, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya pelabuhan-pelabuhan Cina pada bangsa barat.

2.2.4 Pemerintahan di Balik Tirai

Setelah kekalahan Cina dalam perang Sino-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Yuan Shikai, panglima militer yang tadinya diminta bantuan militernya oleh Kaisar Guangxu, memilih untuk memihak Ibu Suri Cixi sehingga menimbulkan dendam yang dalam pada kaisar Guangxu terhadapnya. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat dan menyatakan perang terhadap 8 negara asing. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan harus lari ke Xi'an. Walaupun gabungan delapan negara pada awalnya menghendaki Ibu Suri Cixi dihukum mati, berkat diplomasi dari Li Hongzhang (panglima tentara Beiyang, yang sepeninggalnya menyerahkan tentara Beiyang di bawah pimpinan Yuan Shikai) ia selamat walaupun Cina harus membayar ganti rugi yang sangat besar. Sekembalinya ke Beijing, Ibu Suri Cixi akhirnya setuju dengan reformasi, walaupun terlambat. Pihak kekaisaran Qing mengumumkan bahwa kekaisaran akan secara bertahap diubah menjadi monarki konstitusional, namun pihak nasionalis menganggap pemerintah Qing tidak mempunyai itikad baik untuk mengimplementasikannya.

2.2.5 Wilayah Kekuasaan Dinasti Qing

Luas wilayah Dinasti Qing pada masa puncaknya pernah mencpai 12 juta kilometer persegi. Pada akhir abad ke-16, Ketsaran Rusia mengadakan ekspansi ke timur. Pada waktu tentara Dinasti Qing menyerbu masuk ke pedalaman, pasukan Ketsaran Rusia dengan menggunakan kesempatan itu menduduki Yaksa dan Nibuchu. Pemerintah Dinasti Qing berkali-kali menuntut agresor Ketsaran Rusia menarik diri dari wilayah Tiongkok. Tahun 1685 dan 1686, Kaisar Kangxi memerintahkan tentara Dinasti Qing dua kali menyerbu pasukan Ketsaran Rusia di Yaksa. Ketentaraan Rusia terpaksa menyetujui mengadakan perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan sektor timur Tiongkok-Rusia. Tahun 1689, wakil-wakil Tiongkok dan Rusia mengadakan perundingan di Nichersink. Dan secara resmi menandatangani perjanjian perbatasan pertama, yaitu Perjanjian Nibuchu.
2.2.6 Sosial Budaya dan Agama


Gaya rambut kepang pria Qing
Dalam pemerintahan Dinasti Qing mempunyai kebudayaan yang unik, yang mana kebudayaan tersebut mengikuti kebudayaan masyarakat Manchu. Masyarakat Manchu memiliki gaya rambut yang istimewa. Mereka menggunting semua rambut di bagian depan kepala dan menjadikan rambut di bagian belakang kepala sebagai tocang yang panjang. Akan tetapi hal tersebut menjadi sebuah perdebatan, karena hal tersebut sangatlah menghina bangsa Han, yang mana bangsa mereka sangatlah menjunjung atau menganggap bahwa rambut adalah suatu turunan dari leluhur yang memang patut untuk dilestarikan.
Dalam hal arsitektur, pemerintahan Qing pada umumnya mewarisi tradisi dari Dinasti Ming, yang mana mereka beranggapan bahwa bangunan adalah sesuatu hal yang penting dalam teknologi pembinaan dan kemegahannya. Beijing, ibunegara Dinasti Qing telah memelihara pada asasnya keadaan asalnya daripada Dinasti Ming. Di dalam kota terdapat 20 buah gerbang yang tinggi dan megah, gerbang yang paling megah ialah Gerbang Zhengyang di dalam kota. Istana diraja Dinasti Ming telah digunakan terus oleh Raja Dinasti Qing, sehingga raja Dinasti Qing telah membina besar-besaran taman diraja antaranya Taman Yuanmingyuan dan Taman Yihe.


Rumah seorang pedagang Qing, Hanzou
Dalam periode tersebut, pembinaan Cina juga telah menggunakan kaca dari luar negara. Selain itu, rumah penduduk yang bergaya bebas dan beraneka ragam telah banyak digunakan. Bangunan Agama Budhha Tibet yang bergaya unik telah banyak digunakan dalam period tersebut. Bahkan bangunan kuil telah mereka perbarui. Mereka telah menciptakan seni bangunan yang beraneka ragam, contohnya adalah bangunan Kuil Yonghe dan beberapa kuil agama Budha Tibet yang digunakan di Chengde, Provinsi Hebei Cina. Pada periode akhir Dinasti Qing, bangunan yang dibina dengan seni bina Cina dengan barat juga telah digunakan di Cina.
Dinasti Qing juga mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan.
Bahkan pakaian Cina tradisional atau yang sering disebut Hanfu, juga digantikan dengan pakaian gaya Manchu, yaitu Qipao (pakaian akar panji panji) dan Tangzhuang. Budaya tersebut harus diikuti oleh rakyat Cina. Dan apabila ada rakyat Cina yang tidak menggunakannya maka akan dikenakan hukuman. Dan hukuman bagi yang tidak mematuhi undang-undang itu adalah hukuman mati.
2.2.7 Hubungan Luar Negeri
Pada masa Dinasti Qing, pemerintah tetap menjunjung kebijakan pengembangan pertanian sebagai kebijakan pokoknya, tapi dalam hubungan dengan luar negeri, Dinasti Qing sangat terisolasi karena cenderung menutup diri.
Setelah masa pertengahan, berbagai kontradiksi masyarakat Dinasti Qing mulai meruncing, sementara itu perjuangan pemberontakan juga kerap kali terjadi, di antaranya pemberontakan Balianjiao mengakhiri masa emas pemerintahan Dinasti Qing.Dinasti Qing (1644 - 1912) Dinasti Qing sama dengan Yuan merupakan dinasti bangsa asing di Tiongkok, karena didirikan Bangsa Manchu, dan sekaligus merupakan dinasti terakhir di Tiongkok. Shunzhi yang merupakan kaisar pertamanya harus berjuang keras untuk membersihkan Tiongkok dari sisa-sisa Dinasti Ming secara bertahap.
Peristiwa penting yang patut dicatat adalah kunjungan duta besar Macartney dari Inggris untuk membuka hubungan bagi Tiongkok dan dunia Barat, namun sayangnya hubungan dengan bangsa Barat ini kelak diakhiri dengan penjajahan beberapa bagian Tiongkok. Kunjungan ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Qianlong (1736 - 1795) dan bertujuan untuk membuka hubungan dagang serta kedutaan di Tiongkok. Tetapi Qianlong menjawabnya dengan pernyataan, "Aku tidak menghargai sedikitpun barang aneh ataupun luar biasa dan tidak memerlukan hasil dari negara Anda". Utusan ini dapat dinilai sebagai suatu kegagalan. Qianlong digantikan oleh putera kelimanya Jiaqing (1796 - 1820), pada masanya berkembanglah perasaan anti Manchu di kalangan Bangsa Tionghoa, yang mendorong timbulnya berbagai perkumpulan rahasia untuk menggulingkan Dinasti Qing, seperti misalnya perkumpulan Teratai Putih. Pada masa kaisar berikutnya Daoguang (1821 - 1850), terjadilah peristiwa penting dalam sejarah Tiongkok, yakni Perang Candu. Latar belakang perang ini adalah sebagai berikut: semenjak kegagalan kunjungan Macartney dilakukanlah perdagangan segitiga. Pembelian sutra dan teh oleh Inggris dari Tiongkok dibayar dengan opium yang berasal dari India. Oleh karena masuknya candu ke Tiongkok ini, maka menyebabkan makin berlipat gandanya pecandu, sehingga akhirnya Tiongkok harus mengimpor candu dari pihak Inggris, dimana selama kurun waktu 40 tahun, impor candu telah membengkak dari 1000 kotak menjadi 40.000 kotak. Makin meningkatnya pecandu opium ini melemahkan negara dengan dua cara, yakni melemahnya sumber daya manusia serta mengalirnya kekayaan negara ke barat. Menimbang makin meningkatnya pencandu opium yang pada tahun 1830-an sudah mencapai 10 juta jiwa, maka Kaisar Daoguang memutuskan untuk mengeluarkan surat perintah pada Lin Zexu (1785 - 1850) untuk menekan perdagangan candu tersebut. Sebagai pelaksanaan titah kaisar tersebut Lin menyita dan membakar candu milik Inggris. Ada beberapa hal yang jarang disebutkan oleh para penulis Barat, sesungguhnya candu tersebut bukan hanya sekedar disita, tapi Tiongkok bersedia memberi ganti rugi berupa uang perak 10 tael serta teh 1 bal utk setiap peti candu. Lin juga sebelumnya telah menulis surat ke Ratu Inggris dan memohon utk menghentikan kegiatan perdagangan candu via EIC (East India Company) sebelum mengambil tindakan tegas. Pihak Inggris marah dan menyatakan perang kepada Tiongkok sehingga meletuslah Perang Candu (1840 - 1842). Perang ini diakhiri dengan kekalahan Tiongkok, karena persenjataan barat yang lebih canggih serta makin melemahnya kekuatan Dinasti Qing sendiri. Pada masa selanjutnya kita dapat melihat bahwa kekuatan barat makin leluasa menguasai Tiongkok secara perlahan-lahan. Pemberontakan yang terjadi di mana-mana juga makin memperlemah Dinasti Qing. Pemberontakan Taiping (1850 - 1864) merupakan pukulan besar bagi Dinasti Qing, yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Xianfeng (1851 - 1861). Pemimpinnya adalah Hong Xiuquan, seseorang yang terpengaruh oleh Agama Kristen. Pada mulanya bangsa Barat bersimpati pada pemberontakan ini, namun setelah mengetahui bahwa Hong mempunyai doktrin yang agak "miring", dengan menyatakan diri sebagai adik Yesus Kristus, maka bangsa Baratpun berbalik mendukung Dinasti Qing. Pemberontakan ini pada akhirnya berhasil dipadamkan dengan bantuan barat sehingga menunjukkan makin bergantungnya Tiongkok pada barat. Sentimen anti-Manchu berkembang subur di mana-mana, salah seorang tokoh paling menonjol adalah Sun Yatsen, dimana ia pada akhirnya pada tanggal 15 Februari 1912 berhasil membuat kaisar terakhir Dinasti Qing, Puyi (1909 - 1911) turun tahta. Tiongkok menjadi negara republik. Runtuhlah sistim dinasti yang telah berlangsung selama kurang lebih 5000 tahun semenjak Yu, pendiri Dinasti Xia hingga Puyi, kaisar terakhir Tiongkok.

2.2.8 Kekejaman Hukuman pada Dinasti Qing
Kekejaman terhadap penjahat perempuan yang dilakukan publik di China selama masa Dinasti Qing atau dikenal sebagai Dinasti Manchu (1644-1912). Tidak dijelaskan kapan foto-foto ini dibuat dan di mana lokasinya.. Pada judul foto dituliskan “Kematian Karena Ribuan Potongan”. Hukuman ini namanya LING CHI, yaitu dieksekusi dengan cara dipotong satu persatu organ tubuh, agar si terhukum mati dalam penderitaan.biasanya pelaksanaan hukuman berlangsung selama 3 hari. Namun apabila dalam beberapa jam si terhukum sudah mati, maka si eksekutor yang menjalani hukuman juga akan dihukum mati. seseorang hanya dijatuhkan hukuman ini jika dia melakukan kejahatan yang amat besar, contoh untuk kasus diatas adalah foto tersebut diambil saat mengeksekusi seorang pembunuh keluarga raja.



2.3 Penyebab Runtuhnya Dinasti Qing
Pada tahun 1908 Kaisar Guangxu dan Ibu Suri Cixi wafat pada saat yang bersamaan dan tahta diserahkan kepada keponakan kaisar Guangxu, Aixinjueluo Puyi yang berumur 3 tahun dengan ayahnya Pangeran Chun sebagai pangeran wali. Pangeran Chun berniat membunuh Yuan Shikai sesuai wasiat kaisar Guangxu namun digagalkan oleh Zhang Zhidong dengan alasan membunuh Yuan dapat mengakibatkan pemberontakan tentara Beiyang. Karena kekuatan militer tentara Beiyang yang dipimpin Yuan Shikai cukup besar, Yuan dipanggil lagi untuk memerangi kekuatan nasionalis di selatan yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen. Pemberontakan di Wuchang pada 10 Oktober 1911 berhasil dan diikuti dengan didirikannya Republik Cina di selatan dengan Nanjing sebagai ibukota dan Sun Yat Sen (Sun Zhongshan) sebagai kepala sementara. Sejak saat itu berbagai propinsi di selatan menyatakan lepas dari dinasti Qing untuk bergabung dengan republik.Yuan menyingkirkan pangeran Chun dan membuat kabinet yang isinya adalah kroni-kroninya dengan Yuan sendiri sebagai Perdana Menteri. Namun Yuan berhubungan dengan Sun untuk kepentingan pribadinya. Sun setuju untuk menyerahkan tampuk kepresidenan untuk Yuan bila ia setuju untuk memaksa Kaisar Xuantong (Puyi) turun tahta.
Pada tahun 1912 Yuan Shikai memaksa Ibu Suri Longyu (janda kaisar Guangxu) untuk menurunkan maklumat turun tahtanya kaisar Xuantong / Puyi. Pihak republik berjanji untuk membiarkan kaisar Puyi tetap menempati sebagian kota terlarang dan mempertahankan gelar Kaisar, walaupun hanya akan dihormati seperti layaknya negara asing. Dinasti Qing pun berakhir pada 12 Februari 1912.

Sinolog I Wibowo (2004: 26) mengatakan bahwa sepanjang rentang tersebut Cina telah mengalami empat kali proses ‘globalisasi’. Pertama adalah pada masa awal masehi ketika Cina membangun relasi dagang dengan kekaisaran Roma, khususnya melalui jalur perdagangan sutera,yang kemudian diikuti dengan masuknya agama Budha.
Globalisasi kedua terjadi ketika masa Dinasti Ming (1368-1644), yakni ketika Cina
berhubungan dengan bangsa Barat. Hal ini terutama ditandai dengan masuknya misionaris Jesuit kedaratan Cina. Selain menyebarkan agama, persinggungan dengan tehnologi, seni dan berbagai ilmumenjadi puncak perkenalan Cina dengan konsep ‘dunia’. Kedekatan ini terus berlanjut hingga awal kepemimpinan Qing (1644-1911) namun terpenggal oleh kebijakan pintu tertutup yang diberlakukan oleh Kaisar Kingxi. Para misionaris menghadapi tuduhan bahwa mereka telah menghina Kaisar dan kebudayaan Cina. Hampir 100 tahun Cina hanya dapat ‘dikunjungi’ melaluiCanton (Guangzhou).
Perang Candu (1840) menjadi titik bagi globalisasi ketiga. Pada periode ini Inggris berhasil memaksa Cina untuk menandatangani serangkaian perjanjian yang menandai dibukanya perbagai pelabuhan dan kota-kota di Cina. Masa itu adalah masa gelap kekaisaran Cina karena mereka merasa dihina dan direndahkan. Konflik antar golongan memuncak hingga masa-masa pasca Perang Dunia II. Kepercayaan kepada Kaisar berkurang dan puncaknya adalah tumbangnya Kekaisaran Cina digantikan oleh sistem konstitusi republik yang modern. Secara ideologis merekameninggalkan “Da Tong” atau harmoni agung dan memilih konsep masyarakat tanpa kelas–Komunisme (Partai Komunis Cina didirikan tahun 1921). Sun Yat Sen pun menjadi Presidenpertama.
Dan akhirnya berkuasanya Partai Komunis Cina (1949) menandai proses globalisasi
keempat. Kemenangan kaum Bolshevik, 1917 di Rusia merangsang semangat Mao Zedong dan kaum intelektual Cina untuk mengalahkan Barat dengan ‘cara’ Barat pula. Pada masa ini Cina membongkar struktur hirarkis tradisional dan menggantinya dengan monoculture a la Marxisme/Komunisme. Kata sosialis dan revolusioner menjadi panji yang melegitimasi pengerusakan segala sesuatu yang berbau tradisi dan dianggap reaksioner. Semua itu diberlakukan bukan saja pada manusia tapi juga pada bidang kebudayaan: bangunan, makanan, pakaian, bacaan, dan lainnya. Klimaks dari situasi ini adalah “Revolusi Kebudayaan“, tahun 1966.Rupanya Cina berusaha mendekonstruksi seluruh masa lalunya yang berumur ribuan tahun. Mereka menghancurkan tradisi dan menggantikannya dengan ideologi yang berakar dari Eropa Barat walau ideologi itu sendiri tidak pernah muncul di Eropa dan hanya menyisakan satu elemen saja, yakni bahasa. Deng Xiaoping yang kemudian menggantikan Zedong akhirnya mempercepat sekian laju yang telah terbangun. Gaige, Kaifang (reformasi) dan membuka diri menjadi slogan utama yang mendorong Cina untuk merangkul neoliberalisme. Deng Xiaoping juga berhasil membawa Cina keluar dari krisis pasca pembantaian Tiananmen, 4 Juni 1989 dan menganjurkan “Perjalanan ke Selatan” untuk meneruskan perjalanan globalisasi mereka. Sejak saat itulah Cina melesat dan terus ‘bersatu’ (integrated) dengan dunia.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dinasti Qing merupakan dinasti terakhir di Tiongkok. Dari dinasti ini yang dimulai pada tahun 1644 hingga 1912 memberikan dampak yang besar dalam sejarah Cina. Halini terjadi karena awal dari akhir Dinasti Qing dimulailah penerapan sistem republik yang sebelumnya berbentuk monarki.
Kaisar Qianlong (1736-1795) dan bertujuan untuk membuka hubungan dagang serta kedutaan di Tiongkok.Qianlong digantikan oleh putera kelimanya Jiaqing (1796 – 1820), pada masanya berkembanglah perasaan anti Manchu di kalangan Bangsa Tionghoa, yang mendorong timbulnya berbagai perkumpulan rahasia untuk menggulingkan Dinasti Qing, seperti misalnya perkumpulan Teratai Putih.Pada masa kaisar berikutnya Daoguang (1821 – 1850), terjadilah peristiwa penting dalam sejarah Tiongkok, yakni Perang Candu. Pemberontakan Taiping (1850 – 1864) merupakan pukulan besar bagi Dinasti Qing, yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Xianfeng (1851 – 1861). Pemimpinnya adalah Hong Xiuquan, seseorang yang terpengaruh oleh Agama Kristen. Pada mulanya bangsa Barat bersimpati pada pemberontakan ini, namun setelah mengetahui bahwa Hong mempunyai doktrin yang agak “miring”, dengan menyatakan diri sebagai adik Yesus Kristus, maka bangsa Baratpun berbalik mendukung Dinasti Qing. Pemberontakan ini pada akhirnya berhasil dipadamkan dengan bantuan barat sehingga menunjukkan makin bergantungnya Tiongkok pada barat.
Pada tahun 1912 Yuan Shikai memaksa Ibu Suri Longyu (janda kaisar Guangxu) untuk menurunkan maklumat turun tahtanya kaisar Xuantong / Puyi. Pihak republik berjanji untuk membiarkan kaisar Puyi tetap menempati sebagian kota terlarang dan mempertahankan gelar Kaisar, walaupun hanya akan dihormati seperti layaknya negara asing. Dinasti Qing pun berakhir pada 12 Februari 1912.
3.2 Saran
Sejarah Dinasti Qing merupakan salah satau kerajaan terbesar di dunia pada masa lampau. Dengan memahami sejarah dinasti Qing diharapkan bisa memberikan wawasan yang lebih mendalam guna memupuk kemampuan guru sejarah bagi mahasiswa Pendidikan Sejarah.





























DAFTAR PUSTAKA

Blogger.2010.Dinasti Qing.http://unic66.blogspot.com/2010/04/kekejaman-dinasti-qing-atau-dinasti.html.[diakses pada tanggal 4 Desember 2010].
Dasuki, Achmad dan Rochiati Wiraatmadja. Sejarah Asia Timur. Tanpa tahun dan penerbit.

Soebantardjo. 1958. Sari Sedjarah; Jilid 1: Asia-Australia. Yogyakarta: Bopkri

Taniputera,Ivan.2009.The History of Cina.Ar-Ruz Media:Jogjakarta

Wapedia.2010.Dinasti Qing.http://wapedia.mobi/id/Dinasti_Qing?t=3.[diakses pada tanggal 4 Desember 2010].
Wapedia.2010.Sejarah Dinasti Qing. http://www.tionghoa.com/category/sejarah/dinasti-qing/.[diakses pada tanggal 4 Desember 2010].
Wibowo, Sinolog I.2010. Dinasti Qing. http://wibowo05.blog.friendster.com/.[diakses padatanggal 4 Desember 2010].
Wikipedia.2010.Dinasti Qing. Pada http:// indonesian.cri.cn/401/20 09/06/10/1s97709.ht ml.[diaks es pada tanggal 4Desember 2010].
Wordpress.2010.Sejarah dinasti Qing.http://iccsg.wordpress.com/2006/01/05/serial-sejarah-dinasti-qing-1644-1912/[diakses pada tanggal 4 Desember 2010].
Worpress.2010.Dinasti Qing.http://iccsg.wordpress.com/2006/01/05/serial-sejarah-dinasti-qing-1644-1912/http://www.budaya-[diakses pada tanggal 4 Desember 2010].

Tidak ada komentar: