Selasa, 21 Desember 2010

SEJARAH BERDIRINYA BRUNEI DARUSSALAM DARI ZAMAN KERAJAAN HINGGA ZAMAN KEMERDEKAAN TAHUN 1984

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Brunei atau secara resminya Negara Brunei Darussalam ialah sebuah negara kecil yang kaya dengan sumber minyak dan terletak di sebelah utara pulau Borneo (sekarang Kalimantan). Brunei dikelilingi Malaysia dengan dua bahagian Brunei dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Nama Borneo diambil berdasarkan nama negara ini. Ini adalah disebabkan pada zaman dahulu, Brunei mempunyai pengaruh dan kuasa yang kuat di pulau Borneo.
Catatan orang Cina dan orang Arab menunjukkan bahawa kerajaan perdagangan kuno ini wujud di muara Sungai Brunei seawal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad kesembilan Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah dijajah Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Java tetapi berjaya membebaskan dirinya dan kembali sebagai sebuah negeri yang penting.
Kerajaan Brunei melalui zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17, sewaktu ia memperluaskan kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya. Brunei mencapai kemuncak kekuasaannya pada zaman pemerintahan Sultannya yang kelima yaitu Sultan Bolkiah (1485 - 1524), yang terkenal disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menakluki Manila; dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesepuluh yaitu Sultan Muhammad Hasan yang membangunkan susunan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga ke hari ini. Selepas zaman Sultan Hassan, Brunei memasuki zaman kejatuhan bermula dari pergolakan di dalam kerajaan yang disebabkan perebutan kuasa antara waris diraja, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada tahun 1839, pengembara Inggris bernama James Brooke tiba di Borneo dan membantu Sultan menundukkan sebuah pemberontakan. Sebagai balasan, beliau dilantik menjadi gubernur dan kemudiannya "Rajah" Sarawak di barat laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada masa yang sama, Syarikat Borneo Utara Inggris sedang meluaskan penguasaannya di timur laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Inggris dengan mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan otoritas negara bawah kawalan Inggris. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kuasa Inggris apabila kuasa eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Inggris, yang menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat dan agama.
Brunei mencoba membentuk kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar, keamanan dan pertahanan dimana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Inggris. Omar Ali Saifuddin telah turun dari takhta dan melantik anakanda sulung baginda, Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan Brunei ke-29.Pada 4 Januari 1979, Brunei dan United Kingdom telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berjaya mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Berdasar atas permasalah di atas maka penulis ingin mengulas lebih rinci tentang sejarah berdirinya Brunei Darussalam, maka judul dari makalah ini adalah “Sejarah Berdirinya Brunei Darussalam Dari Zaman Kerajaan Hingga Zaman Kemerdekaan Tahun 1984”.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah rumusan permasalahannya adalahg sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah sejarah awal berdirinya Brunei Darussalam?
1.2.2 Bagaimanakah perkembangan sejarah Brunei Darussalam dalam pengaruh Islam?
1.2.3 Bagaimanakah perkembangan sejarah brunei Darussalam dalam pengaruh imperialisme barat ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah iniadalah sebgai berikut :
1.3.1 untuk mengetahui sejarah awal berdirinya Brunei Darussalam,
1.3.2 untuk mengetahui perkembangan sejarah Brunei Darussalam dalam Pengaruh Islam,
1.3.3 untuk mengetahui perkembangan sejarah Brunei Darussalam dala pengaruh imperialisme barat.
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalahiniadalah menambah pengetahuan bagi kita semua tentang sejarah berdirinya Brunei Darussalam.









BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Awal Brunei Darussalam
Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 383.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 46.000 orang tinggal di ibukota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini.Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun.
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807).
Brunei adalah sebuah negara tua di antara kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Keberadaan Brunei Tua ini diperoleh berdasarkan kepada catatan Arab, Cina dan tradisi lisan. Dalam catatan Sejarah Cina dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj. Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan. Kemudian perkataan baru nah itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei.
Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubaligh-mubaliqh Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan Brunei.
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan Brunei ke-3 pada tahun 1425 M. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan / pancir dari Cucu Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam yaitu Amirul Mukminin Hasan / Syaidina Hasan sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei. Keturunan Sultan Syarif Ali ini kemudian juga berkembang menurunkan Sultan-Sultan disekitar wilayah Kesultanan Brunei yaitu menurunkan Sultan-Sultan Sambas dan Sultan-Sultan Sulu.
Catatan-catatan dari Tiongkok dan Arab menunjukkan bahwa kesultanan Brunei telah ada sejak setidaknya abad VII atau VIII Masehi. Kesultanan awal ini kemudian ditaklukkan oleh Sriwijaya pada awal abad IX dan kemudian menguasai Kalimantan utara dan Filipina. Setelah itu mereka dijajah oleh Majapahit, namun berhasil memerdekakan diri dan menjadi negara yang maju.[ http://www.history-centre.gov.bn/layout/pg]
Kesultanan Brunei mencapai masa kejayaan dari abad XV sampai XVII, ketika daerah kekuasaannya mencapai seluruh pulau Kalimantan dan kepulauan Filipina. Brunei terutama paling kuat dalam masa pemerintahan sultan kelima, Bolkiah (1473-1521), yang terkenal karena perjalanan-perjalanannya di samudera dan menaklukkan Manila; dan pada masa pemerintahan sultan kesembilan, Hassan (1605-1619), yang mengembangkan sistem pengadilan kerajaan, yang unsur-unsurnya masih terdapat sampai hari ini.
Para peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang Tiongkok sebagai Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7 atau ke-8. Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa. Nama Brunai tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit tidaklah lama karena setelah Hayam Wuruk wafat Brunai membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka dan pusat perdagangan penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan Manila. kesultanan Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan; dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian "Rajah" Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri sendiri tahun 1984.
Pada tahun 1521, pelaut Spanyol Magellan mendaratkan dua kapalnya di sana. Pemberontakan rakyat dipicu ketaksukaan mereka atas campur tangan orang asing dalam pemerintahan. Paman Sultan, Raja Muda Hasim, yang menjabat perdana menteri gagal memadamkan pemberontakan itu. Akhirnya bantuan asing dipimpin petualang Inggris, James Brooke pun ikut campur tangan atas permintaan sultan. Sebagai bayaran atas kesuksesan Brooke menumpas pemberontakan, ia diangkat sebagai raja atas wilayah Kuching, Bau dan Lundu.
Pada 1839, petualang Inggris James Brooke sampai ke Kalimantan dan menolong Sultan Brunei menumpas sebuah pemberontakan. Sebagai imbalannya, ia menjadi gubernur dan kemudian "Rajah Putih" dari Sarawak di Kalimantan barat laut dan kemudian mengembangkan daerah kekuasaan di bawah pemerintahannya. Brooke tidak pernah mengambil alih kekuasaan di Brunei, walaupun ia mencoba untuk melakukan hal itu. Ia bertanya kepada pemerintah Britania apakah ia boleh mengakui Brunei sebagai miliknya, namun ditolak. Walaupun Brunei diperintah dengan kurang baik, ia memiliki perasaan dan identitas nasional, dan karena itu tidak dapat direbut oleh Brooke.
Sementara itu, British North Borneo Company memperluas kekuasaannya di daerah Kalimantan timur laut. Pada 1888, Brunei menjadi negara lindungan pemerintah Britania Raya, dan walaupun tetap memegang otonomi namun di bawah kekuasaan Britania dalam hubungan luar negeri. Pada 1906, Brunei lebih erat lagi dikuasai Britania ketika kekuasaan eksekutif dialihkan kepada seorang Residen yang mengatur semua hal kecuali adat dan agama lokal.
Pada 1959, sebuah undang-undang dasar baru ditulis dan mencanangkan Brunei sebagai negara yang memerintah diri sendiri, walaupun hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan tetap dipegang oleh Britania Raya, sekarang diwakili oleh seorang Komisioner Tinggi. Sebuah usaha pada 1962 untuk memperkenalkan sebuah badan legislatif yang sebagian anggotanya dipilih dan memiliki kekuasaan terbatas dibatalkan setelah partai politik oposisi Partai Rakyat Brunei meluncurkan pemberontakan bersenjata, yang ditaklukkan pemerintah dengan bantuan tentara Britania. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, pemerintah juga menolak untuk bergabung dengan Sabah dan Sarawak di negara Malaysia yang baru terbentuk. Sultan Brunei kemudian memutuskan bahwa Brunei akan menjadi negara yang terpisah.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin turun tahta untuk anak laki-lakinya yang kedua, Hassanal Bolkiah, yang menjadi penguasa ke-29. Sang mantan sultan tetap menjadi menteri pertahanan dan mengambil gelar Seri Begawan. Pada 1970, ibu kota Brunei Town diganti namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk menghormatinya. Seri Begawan wafat pada 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya menandatangani sebuah perjanjian persahabatan dan kerjasama baru. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam menjadi negara merdeka.
Raja-raja Brunai Darusalam yang memerintah sejak didirikannya kerajaan pada tahun 1363 M yakni:
1. Sultan Muhammad Shah (1383 - 1402)
2. Sultan Ahmad (1408 - 1425)
3. sultan Syarif Ali (1425 - 1432)
4. Sultan Sulaiman (1432 - 1485)
5. Sultan Bolkiah (1485 - 1524)
6. Sultan Abdul Kahar (1524 - 1530)
7. Sultan Saiful Rizal (1533 - 1581)
8. Sultan Shah Brunei (1581 - 1582)
9. Sultan Muhammad Hasan (1582 - 1598)
10. Sultan Abdul Jalilul Akbar (1598 - 1659)
11. Sultan Abdul Jalilul Jabbar (1669 - 1660)
12. Sultan Haji Muhammad Ali (1660 - 1661)
13. Sultan Abdul Hakkul Mubin (1661 - 1673)
14. Sultan Muhyiddin (1673 - 1690)
15. Sultan Nasruddin (1690 - 1710)
16. Sultan Husin Kamaluddin (1710 - 1730) (1737 - 1740)
17. Sultan Muhammad Alauddin (1730 - 1737)
18. Sultan Omar Ali Saifuddien I (1740-1795)
19. Sultan Muhammad Tajuddin (1795-1804) (1804-1807)
20. Sultan Muhammad Jamalul Alam I (1804)
21. Sultan Muhammad Kanzul Alam (1807-1826)
22. Sultan Muhammad Alam (1826-1828)
23. Sultan Omar Ali Saifuddin II (1828-1852)
24. Sultan Abdul Momin (1852-1885)
25. Sultan Hashim Jalilul Alam Aqamaddin (1885-1906)
26. Sultan Muhammad Jamalul Alam II (1906-1924)
27. Sultan Ahmad Tajuddin (1924-1950)
28. Sultan Omar 'Ali Saifuddien III (1950-1967)
29. Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu'izzaddin Waddaulah (1967-kini)
2.2 Masuknya Agama Islam ke Brunei Darussalam
2.2.1 Sejarah Masuk dan Perkembangan Islam di Brunei Darussalam
Brunei mengubah bentuk kerajaan menjadi kesultanan bersamaan dengan masuknya Islam ke sana, pada abad ke-15. Tahun-tahun berikutnya menjadi masa kejayaan kesultanan tersebut. Daerah kekuasaannya meluas hingga ke Filipina selatan. Masa jayanya, satu catatan sejarah menyebutkan Brunei menjadi tempat perlindungan yang aman bagi para perompak. Pasalnya, tak ada armada yang berani menyambangi Brunei. Sepanjang sejarahnya, Brunei tercatat hanya mengalami dua kali pertikaian politik. Pertama, tak lama setelah kedatangan orang Eropa pertama di Brunei. Pada tahun 1521, pelaut Spanyol Magellan mendaratkan dua kapalnya di sana. Pemberontakan rakyat dipicu ketaksukaan mereka atas campur tangan orang asing dalam pemerintahan. Paman Sultan, Raja Muda Hasim, yang menjabat perdana menteri gagal memadamkan pemberontakan itu.
Agama Islam di Brunei Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Cina. Sekitar 500 tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di Brunei Darussalam semenjak pemerintahannya dipimpin oleh Raja Awang Alak Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M. Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul Bait dari keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, ibu kota Brunei Darussalam. Selanjutnya, agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesat. Sejak Malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei. Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke masyarakat. Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, seluruh Pulau Kalimantan, Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau Palawan sampai ke Manila. Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunei memiliki institusi- institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki peran penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahteraan. Pada saat pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat sebagai undang-undang dasar negara. Di samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha penyempurnaan pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas dasar Undang- Undang Agama dan Mahkamah Kadi tahun 1955. Majelis ini bertugas memberikan dan menasihati sultan dalam masalah agama Islam. Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya ideologi negara. Untuk itu, dibentuk Jabatan Hal Ehwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta aparatnya maupun kepada masyarakat luas.[Wapedia.2010.http://www.al-shia.org/html/id/service/Info-Negara-Muslim/Brunei%20Darussalam.htm]
Islam telah masuk di Brunei Darussalam diperkirakan pada abad ke 13 Masehi, yaitu ketika Sultan Muhammad Shah pada tahun 1368 telah memeluk islam. Akan tetapi jauh sebelum itu, sebenarnya terdapat bukti bahwa islam telah berada di Brunei Darussalam ini. Misalnya dengan diketemukannya batu nisan seorang China yang beragama Islam dengan catatan tahun 1264 Masehi, Namun pada masa ini, Islam belum cukup berkembang secara meluas. Barulah ketika Awang Khalak Betatar memeluk Islam dengan gelar Sultan Muhammad Shah, islam mulai berkembang secara luas.
Ada tiga teori yang menyebutkan tentang munculnya kerajaan Brunei Darussalam; Pertama, munculnya Kesultanan Melayu yaitu ketika Malaka jatuh ketangan Portugis pada tahun 1511 Masehi. Kedua, kesultanan Melayu Islam Brunei muncul tidak lama selepas jatuhnya kerajaan Melaka kira-kira pada awal abad ke-15 Masehi. Ketiga, kesultanan Melayu Islam Brunei muncul pada tahun 1371 Masehi yaitu sebelum munculnya Kerajaan Islam Malaka.
Terlepas dari Teori tersebut, Brunei Darussalam adalah sebuah Negara kecil dengan sisten monarichi yang memegang teguh kebudayaan melayu. Merdeka secara penuh diperolehnya pada 1 Januari 1984. Luas wilayah Brunei modern adalah 5.765 Km2, dengan jumlah penduduk 323.600 sebelum tahun 2000.
Sistem politik yang berlaku di Brunei adalah monarchi absolute, di mana kepala Negara juga menjadi kepala pemerintahan. Karena dinegara ini tidak ada lembaga legislasi dan pelaksanaan pemilu, maka boleh dikatakan tidak suburnya sistem demokrasi. Perdana Menteri Brunei adalah Sultan Hasanah Bolkiah.
Negeri ini berpenduduk mayoritas muslim dipimpin oleh Perdana Menteri sultan Hasanah Bolkiah. Sebagai Negara monarchi, kepala Negara sekaligus pemimpin islam. Dengan kata lain, PM sekaligus merangkap ketua lembaga keagamaan yang mengatur lalu lintas kehidupan beragama dan dibantu oleh mufti. Sementara itu, lembaga eksekutif terdiri dari PM dan dibantu oleh 12 kementrian.


2.2.2 Kerajaan Islam Melayu ; Fenomena Malayu Islam Braja (MIB)
Sri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Wadaulah, Sultan dan yang di-pertuan Brunei Darussalam yang mengawali bagaimana pentingnya MIB pada tahun 1991. Menurutnya, MIB merupakan “identitas dan citra yang kokoh ditengah-tengah Negara-negara non-sekuler lainnya di dunia”. Maka wajar, ketika kerajaan ini menyambut tahun 1991, diiringi dengan berbagai perayaan peristiwa-peristiwa keagamaan.
Oleh karena itu, ideology resmi Negara atau falsafah kehidupan bernegara tercantum dalam MIB tersebut. Hal ini, bisa dilihat dengan pernyataan sebuah surat kabar resmi pemerintah yang menggambarkan sebagai berikut”..Kerajaan Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada Rajanya, melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta jalan kehidupan dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat dasar bangsa Melayu sejati Brunei Darussalam, termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa Utama..”.
Munculnya MIB ini, barangkali sangat berpengaruh oleh kentalnya ajaran islam yang diamalkan masyarakatnya, sehingga berpengaruh sampai dalam kehidupan bernegara. Sejak awal kemerdekaannya, Brunei dikenal sebagai Negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Terkait dengan ini, Islam di Brunei sejak awal kedatangannya sampai saat ini masih eksis. Atau hal ini, muncul karena peran yang sangat dominan dari etnis Melayu dalam mengembangkan institusi-institusi Islam dan Kesultanan Melayu. Karena hal ini, bisa dilihat dari semakin menguatnya beberapa bukti bahwa inti dari MIB adalah hasil elaborasi dari lembaga adat dan tradisi Melayu Brunei.
Dari sebuah hasil penelitian pada tahun 1984 oleh Departemen Sastra Melayu Universitas Brunei Darussalam, menyebutkan bahwa beberapa perubahan sosial yang terjadi di Brunei dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Penduduk Brunei Darussalam seluruhnya, baik secara kultural maupun psikologis, sedang mengatasi keragaman yang ada ditengah-tengah mereka, disebabkan oleh kondisi geografis dan historis di Brunei Darussalam sendiri.
2. Kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai hukum dan ketertiban, kesejahteraan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi telah mendominasi kehidupan seluruh rakyat Brunei Darussalam.
3. Sebagai akibat dari proses-proses sosial diatas, penduduk Brunei Darussalam semakin memilih pola hidup bersama.
Pada poin pertama diatas, yaitu adanya pluralitas etnik, diakui oleh Neville dalam penelitiannya “Penduduk yang diakui sebagai Melayu, meliputi : Melayu Lokal, Dusun, Murut, Kedayah, Bisayah, dan komunitas-komunitas lainnya dalam warga pribumi Brunei Darussalam, ditambah dengan warga Malaysia dan Indonesia”. Sementara pada poin kedua, mempertegas adanya proses birokratisasi dalam pemerintahan Brunei Darussalam. Sedangkan pada poin ketiga, memunculnya fenomena bahwa perlunya pembangunan sebuah ideology nasional dan mengartikulasikan budaya Nasional. Sebagai sebuah kesimpulan dalam penelitian tersebut, ditulis bahwa “Karena pemerintahan mendukung kuat terhadap konsep Kerajaan Islam Melayu, maka kultur khas Brunei Darussalam harus diusahakan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip ini”.
Ada hal yang menarik di Negara Brunei Darussalam ini, misalnya Pertama, larangan gerakan Islam al-Arqam, Kedua, larangan kepada orang-orang asing manapun yang menjadi ancaman keharmonisan sistem keagamaan di Brunei Darussalam. Darul Arqam yang berpusat di Suburd, Malaysia, maka mulanya dilarang oleh pemerintahan Malaysia, tetapi pada kenyataannya kelompok ini telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi umat islam. Usaha ini, juga mengindikasikan semakin kuatnya keinginan pemerintah Brunei Darussalam untuk membedakan diri antara “islam Brunei” dengan “islam Bukan Brunei”. Atau dapat diinterpretasikan bahwa Pemerintah Brunei Darussalam ingin menciptakan garis pemisah antara yang dipandang sebagai islam pribumi dengan islam yang dianggap dari luar dan tidak sama dengan Islam Pribumi.
Pada perkembangan selanjutnya, Islam menjadi posisi yang sangat penting dalam Pemerintah Brunei Darussalam, baik sebagai ideology nasional maupun sebagai prinsip hidup yang mengatur kehidupan sehari-hari. Larangan pemerintah atas peredaran minum-minuman keras hingga perhatiannya terhadap proses Islamisasi melalui berbagai aktifitas keislaman, mengindikasikan perhatian komitmen Pemerintah Brunei Darussalam terhadap islam, baik sebagai agama maupun sebagai kultur Melayu Pemerintah Brunei Darussalam. Akan tetapi, pelarangan ajaran-ajaran islam “sempalan” maupun ajaran islam dari “luar”, menempatkan sampai saai ini, hanya satu anggota cabinet yang berasal dari kelompok Islam, dan amat minim yang bisa duduk di parlemen, akibat dari pemerataan penduduk Melayu-muslim dengan China sehingga sulit bagi muslim untuk menjadi calon legislative.Secara umum dapat dikatakan bahwa dari sisi politik muslim Singapura masih menyisakan persoalan. Namun demikian, dilihat dari realitas yang terjadi ditengah masyarakat, isu politik boleh dikatakan tidak terlalu menarik bagi mereka, karena mereka berada pada posisi minoritas. Strategi perjuangan politis masih dianggap belum dapat membawa banyak keuntungan bagi masa depan mereka. Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
2.3 Imperialisme Barat di Brunei Darussalam
2.3.1 Awal Kedatangan Bangsa Barat di Brunei Darussalam
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Malaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filipina di sebelah utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521). Pada tahun 1521, rombongan Ferdinand Magellan dan Antonio Pigafetta telah melawati Brunei semasa Baginda menjadi Pemangku Sultan.
Pada tahun 1526 masa pemerintahan Abdul Kahar, seorang Portugis bernama George de Menezes datang ke Brunei bertujuan untuk menjalankan perdagangan di samping itu juga ingin menaklukkan Brunei. Tetapi melihat kekuatan Brunei pada waktu itu, sulit bagi portugis untuk menaklukkannya maka hanya perdagangan saja yang terus berkembang di Brunei. Sehubungan dengan hal itu Portugis berhasil membuat perjanjian persahabatan dan perdagangan dengan Sultan Brunei. Sejak itulah Portugis mengimport lada hitam, sagu, ikan, beras, emas dan barang makanan yang lain dari Brunei ke Melaka di samping menggunakan pelabuhan dan perairan, Brunei menjadi tempat persinggahan dan lalu lintas perkapalan mereka dari Cochin ke Melaka, dari Melaka ke Maluku dan sebaliknya.
Pada tahun 1530, seorang pegawai Portugis lain bernama Goncalo Pereira telah datang juga ke Brunei untuk melihat keadaan Brunei dengan melakukan perdagangan tetapi perdagangannya tidak berkembang dan akhirnya lenyap.
Walau bagaimanapun ulama–ulama Islam masih ramai datang ke Brunei. Baginda turun takhta pada tahun 1530 bergelar Paduka Seri Begawan Sultan ‘Abdul Kahar. Baginda lindung pada tahun 1578, dan digantikan oleh putera kakanda Baginda, Pengiran Anak Chuchu Besar Saiful Besar.Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih dianut hingga saat ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
2.3.2 Imperialisme Inggris di Brunei Darussalam
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian "Rajah" Sarawak di Barat Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri sendiri tahun 1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di
bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen Britania, yang menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan untuk membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei dan dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir 1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak rencana (walaupun pada awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah, Sarawak, dan Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara yang merdeka.
Pada 1967, Omar Ali Saifuddin III telah turun dari takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal Bolkiah, menjadi Sultan Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan setelah Brunei mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan gelar Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986. Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. [http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Asia_Tenggara]
2.3.3 Pemerintahan Brunei Darussalam
Brunei Darussalam memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 1 Januari 1984, Brunei sepenuhnya negara kesultanan Islam yang berdaulat. Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap seagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan
Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri. [Geldern dalam Konsep tentang Negara-negara Asia Tenggara.1982].


a) Politik
Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan. Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara negara tetangga. Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dekad 1960-an. Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari Singapura.
Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara negara lain serta ikut serta sebagai anggota PBB. Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja, Laos dan Myanmar), RRC dan Republik Cina. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.


b) Ekonomi
Ekonomi Brunei Darussalam bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas dengan pendapatan nasional yang termasuk tinggi di dunia satuan mata uangnya adalah Brunei Dolar yang memiliki nilai sama dengan Dolar Singapura.
Selain bertumpu pada sektor minyak bumi dan gas, pemerintah Brunei mencoba melakukan diversifikasi sumber-sumber ekonomi dalam bidang perdagangan. Namun dalam waktu dekat usaha tersebut mengalami hambatan karena masalah internal kerajaan yang menurut sumber sumber media internasional dihabiskan untuk kepentingan pemborosan istana ketika dipegang oleh Pangeran Jeffry
Brunei membuat rancangan-rancangan yang dinyatakan untuk masa akan datang seperti peningkatan kemahiran tenaga buruh, pengurangan pengangguran, pengukuhan sektor-sektor perbankan dan pariwisata, serta secara umum, peluasan lagi asas ekonominya.
c) Sosial Budaya
Dua pertiga dari jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Tionghoa (Han) yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa. Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia.
Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas- komunitas yang amat kecil). Budaya Brunei hampir sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia.
d) Pembagian administratif


Pembagian administratif di Negara Brunei dibagi atas empat distrik:
• Belait
• Brunei dan Muara
• Temburong
• Tutong





BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan Silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807).
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Tenggara. Letaknya di bagian utara Pulau Borneo atau Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Agama Islam di Brunei Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar tahun 977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Cina. Sekitar 500 tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di Brunei Darussalam semenjak pemerintahannya dipimpin oleh Raja Awang Alak Betatar. Raja Awang Alak Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M.
Pada abad ke-15 Brunei kedatangan bangsa barat yaitu Ferdinand Magelhaens dari Portugis. Tujuan awal kedatangannya adalah untuk melakukan perdagangan. Kemudian pada tahun 1839, James Brooke dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei, sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Dan akhirnya brunei diberi kemerdekaan oleh Inggris pada tanggal 1 januari 1984.
3.2 Saran
Diharapkan dari hasil maklah ini memberikan wawasan mendalam dalam sejarah berdirinya Brunei Darussalam, kemudian dalam penyusunan pembahasan Brunei Darussalam selanjutnya makalah ini dapat dijadikan pengetahuan awal ataupun sebgai tambahan materi .

DAFTAR PUSTAKA
Geldern, RH. 1982. Konsep tentang Negara-negara Asia Tenggara

Wapedia.2010.Brunei.http://www.history-centre.gov.bn/sultanbrunei.htm national .[diakses pada tanggal 9 Desember 2010].

Wikipedia.2010. Brunei Darussalamhttp:/ /id.wikipedia.org/wiki/sejarah_asia_te nggara http://id .wikipedia.org.wiki.brunei.[diakses pada tanggal 10 Desember 2010]

Wikipedia.2010.Sultan Brunei.http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Brunei .[diakses pada tanggal 8 Desember 2010].

Worpress.2010.BruneiDarussalam.http://jakarta45.wordpress.com/2009/08/20/khazanah-brunei-darussalam-kesultanan-islam-tertua-di-asia-tenggara.[diakses pada tanggal 9 Desember 2010].

Tidak ada komentar: